Rabu, 16 Desember 2009

Memori puisi

Memori ladang irama

Batang kaki tertekuk kaku

Bunga hitam kepala terurai

Bersandar lurus di punggung

Ranting tumbuh berjari ini

Keduanya bersiap

Tubuhpun hadap

Bebani kursi kayu gelap

Di muka telah tertata

Senjata tua bernoda

Jemari pucat kiat

Tekan paku hitam putih

Tiba mendarat diingatan

Masa lalu penuh irama

Ketika piano kumainkan bersama

Dahulu ada kini sirna

Di atas rakit

Ketika empat kaki

Injak

Pijak rakit renta

Di bibir ranu

Sangsi tuk dayung masa

Hanya bola mata

Berlarian hingga cakrawala

Raga masih diam

Hingga terpaan bayu

Buat oling pijakan

Hingga sekejap basah

Akibat terjun pasrah raga

Sesepuh di atas bukit

Bersama bisu dan coba

Mengankat kedua sudut bibir

Ketika kalbu tak ayal miris

“ malas ataukah angkuh benar ?”

Ironi Birokrasi

Sate orde tlah terangkai

Sedap, ada

Pun busuk

Praktek penguasa banyak terukir

Pasal-pasal penyulut api

Ranting-ranting kering terlalap

Satu aksi seribu sanksi

Utusan ranting tak ada gubris

Kuasa absolut pun sempat tergores

Undang-undang, undang serang

Dahulu, ada

Pun kini

Bahkan tak banyak beda

Aparatur sulung, bungsu, atau bayi

Tak pandang procedural

Namun gentar

Berkoar-koar revolusi jadi mau

Tanpa urusi birokrasi

Tusuk demi tusuk sate orde

Terangkum untuk hidangan

Kaum pemuda yang hanya bisa

Toleh masa, tunduk ke dunia

Bapak ibu guru pilot

Bawa kita selam sejarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar